NILAI ESTETIKA DALAM BANGUNAN
Pengertian
Secara umum estetika dalam arsitektur bangunan merupakan filsafat
keindahan bentuk dan ruang maka pemaparan estetika arsitektur ini
diarahkan pada pembahasan arsitektur sebagai ilmu dan seni. Sebagai ilmu
khususnya ilmu rancang bangunan, arsitektur ditujukan untuk merancang
suatu sistem pewadahan atau ruang. Ruang yang dimaksutkan adalah ruang
yang dikondisikan untuk suatu kegiatan sehingga bentuk ruang tersebut
harus mengikuti bentuk kegiatan penghuninya seperti kata Lois Sullivans,
form follow function artinya bentuk mengikuti fungsi.
Arsitektur tidak hanya sebatas bentuk dan fungsi, tetapi juga seni.
Sehingga arsitektur tidak bisa dibatasi oleh titik, garis dan bidang
melainkan bisa berkembang menjadi sebuah keindahan seni yang bersumber
dari nilai-nilai budaya, moral, kehidupan, sejarah dll. Berarsitektur
berarti berbahasa manusia, maksudnya adalah suatu rancangan arsitektur
harus mampu mengkomunikasikan mengenai fungsi dan wadah dari arsitektur
sendiri, hal itu dapat diwujudkan dalam suatu keindahan bentuk dan seni.
Keindahan adalah pancaran kebenaran kata
Mngun Wijaya. Intinya estetika dalam arsitektur yang tertuang dalam
bangunan haruslah kontekstual dan komunikatif. Kontekstual berarti ia
memenuhi hakekatnya sebagai wadah dan fungsi, komunikatif berarti ia
memenuhi unsur seni dan keindahan sehingga mencerminkan fungsi.
Menurut Prijotomo dalam Sejarah Arsitektur(2009) bahwa arsitektur
adalah bangunan yang memiliki nilai estetika (estetis), atau dapat
dikatakan sebagai bangunan yang elok. Estetika berkaitan dengan
keindahan dan keindahan itu dapat dirasakan dengan indra pengelihatan.
Secara etimologi estetika berasal dari kata Aesthetikos (Yunani) yang artinya pengamatan dengan pengindraan.
Sehingga estetika itu bisa dinikmati oleh semua panca indra manusia
bukan hanya mata saja. Oleh karena itu tidak akan salah bila kita
mengungkapkan keindahan suatu bangunan dengan istilah “bangunanya
uenyak” seperti ungkapan Salatoen dalam kuliahnya.
Objek Kajian Estetika Bangunan
Gedung Bank Indonesia Jogjakarta
Kawasan 0 kilometer bagaikan surga bagi para pecinta wisata
arsitektur dan latar belakang sejarah yang menemaninya. Berjalan ke arah
timur dari Gedung Istana Kepresidenan Yogykarta kita akan menemukan
bangunan dengan arstitektur bergaya Belanda dengan tertulis Bank
Indonesia. Sejarah bangunan Bank Indonesia Yogyakarta sedari awal
difungsikan sebagai Kantor Cabang (KC) De Javasche Bank (DJB)
”Djokdjakarta” dibuka pada 1 April 1879 sebagai KC ke-8. Alasan
didirikanya KC DJB untuk mengakomodasi usulan Firma Dorrepaal and Co
Semarang. Presiden De Javasche Bank ke-7, Mr N P Van den Berg dan
jajaran direksi menyetujui usulan itu mengingat volume perdagangan di
Yogyakarta yang semakin besar. Melihat nilai perputaran uang dari
Yogyakarta melalui KC DJB Soerakarta pada waktu itu mencapai angka 2 –
3,5 juta gulden. Sebagai kota penghasil gula, nilai produksi yang
dicapai sekitar 2.580 ton/tahun setara 300.000 pikul per tahun. Cabang
DJB Yogyakarta didirikan pada 1879 di atas tanah seluas 300 meter
persegi. Tanah tempat DJB berdiri berstatus eigendom yang berarti
merupakan tanah milik DJB sendiri dan bukan lagi milik Sultan
Yogyakarta.
Gedung Bank Indonesia dirancang oleh arsitek Hulswitt dan Cuypers dengan menampilkan aura kemegahan arsitektural bergaya eropa.
Bangunan dengan tiga lantai dengan fungsi yang berbeda di setiap
lantainya. Lantai paling bawah difungsikan sebagai ruang penyimpanan
bisa dilihat dari ruang khazanah yang berfungsi menyimpan uang. Ruang
utama dan kasir terdapat di lantai satu, sedangkan lantai dua sebagai
tempat tinggal bagi direksi dan keluarganya.
Seperti bangunan bersejarah lainnya, fungsi gedung bank ini naik
turun dari awal berdiri sampai dinasionalisasikan Pemerintah Republik
Indonesia tahun 1953. Pada masa penjajahan Jepang tahun 1942 kegiatan
operasional bank terhenti dan Nanpo Kaihatsu Ginko difungsikan sebagai
bank sirkulasi di Pulau Jawa. Setelah melalui masa buka tutup akibat
agresi militer Belanda, KC DJB ini beroperasi kembali pada 22 Maret 1950 hingga dinasionalisasi pada 1953.
Bangunan ini bisa kita katakan bernilai estetika yang baik. Karrena
selain memenuhi fungsinya bangunan ini memiliki karekter yang kuat pada
jamanya hingga sekarang. Karakter itu terwujud dalam langgam yang
digunakan yaitu eropa klasi karena pada masa itu arsitektur eropa lah
yang berkembang dengan pesat. Disamping itu detil ukiran pada bangunan
bernuansa ukiran jawa sehingga terjadilah akulturasi budaya. Bagunan ini
begitu komunikatif sehingga orang awam yang melihatnya akan tau ini
pasti bangunan jaman Belanda dan merupakan kantor suatu instansi, hal
ini menunjukan fungsi yang terwujut dalam bangunan sudah tepat sasaran
atau fungsional dan komunikatif. OLEH KARENA ITU BISA KITA KATAKAN
BANGUNAN INI MEMILIKI NILAI ESTETIKA YANG BAIK.
¨ Sumber: http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/12101735_2086-5740.pdf
Samsu hendra siwi
ConversionConversion EmoticonEmoticon